Pages

Friday, December 9, 2011

Bukan Pengemis

Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue menghampirinya, "Om, beli kue Om, masih hangat dan enak rasanya!"

"Tidak Dik, saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.

Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.

Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata, "Tidak Dik, saya sudah kenyang."

Sambil terus mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa dibuat oleh-oleh pulang, Om."

Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali. Dikeluarkannya dua lembar ribuan dan ia mengangsurkan ke anak penjual kue. "Saya tidak mau kuenya. Uang ini anggap saja sedekah dari saya."

Dengan senang hati diterimanya uang itu. Lalu, dia bergegas ke luar restoran, dan memberikan uang pemberian tadi kepada pengemis yang berada di depan restoran.

Si pemuda memperhatikan dengan seksama. Dia merasa heran dan sedikit tersinggung. Ia langsung menegur, "Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu berjualan kan untuk mendapatkan uang. Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu berikan ke si pengemis itu?"

"Om, saya mohon maaf. Jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk mendapatkan uang dari usaha berjualan atas jerih payah sendiri, bukan dari mengemis. Kue-kue ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti kecewa, marah, dan sedih, jika saya menerima uang dari Om bukan hasil dari menjual kue. Tadi Om bilang, uang sedekah, maka uangnya saya berikan kepada pengemis itu."

Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung dengan gembira.

Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih Dik, atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu."

Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih, Om. Ibu saya pasti akan gembira sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."

Wednesday, December 7, 2011

Anggota DPR Masuk Surga

Alkisah seorang pemuda desa bernama Udin masuk surga dengan amal ibadah yang pas-pasan. Untunglah
dosanya sedikit, jadi dia tidak perlu dihangatkan dulu di neraka.
... Suatu hari ketika berjalan-jalan di tepi sungai di surga, ia terkejut
melihat seorang anggota DPR yang wajahnya sering ia lihat di tv,
koran dan majalah karena tersangkut kasus korupsi.
“Hm, kog dia bisa masuk surga ya? Apa mungkin dia hanya dizalimi,
dituduh korupsi ya?” batin Udin.
Karena penasaran, Udin bertanya pada pos malaikat terdekat.
“Oh, orang itu? Dia emang wakil rakyat negeri kalian yang korup,”
kata si malaikat.
“Kog bisa masuk surga? Apa korupsi itu halal?” tanya Udin
penasaran.
“Dia lagi studi banding aja kog. Besok juga udah balik lagi ke neraka.”

Thursday, December 1, 2011

'Tawuran' Aparat vs Pekerja Batam November 2011

Unprofessional behaviour, setidaknya kata-kata itu cukup mewakili tindakan represif (cenderung anarkis) yang dilakukan polisi dalam menangani aksi massa di Batam pada akhir November 2011 dalam rangka menuntut kenaikan UMK. Terhitung sejak Rabu 23 November 2011 para demonstran yang merupakan pekerja di berbagai bidang industri menggelar aksi di depan kantor Pemko Batam, Batam Centre.
Aksi pada hari ke dua pada Kamis 24 November 2011 adalah aksi yang mendapat sorotan berbagai media dan elemen masyarakat karena aksi pada hari itu diakhiri dengan kerusuhan massa dengan efek yang begitu besar. Aksi hari ke dua juga lah yang seolah-olah menjadi titik puncak ketidakpuasan para pekerja untuk kemudian menggelar aksi yang lebih besar pada hari ke tiga. Beberapa sumber mengatakan bahwa kerusuhan pada hari ke dua sebenarnya dipicu aksi oknum aparat keamanan (Polisi dan Satpol PP) yang dengan sengaja merobohkan dan merusak barisan kendaraan demonstran yang terparkir. Spontan tindakan tersebut memancing kemarahan massa yang kemudian mulai melempari aparat dengan batu. Aksi saling melempar pun tak dapat dihindari dan massa semakin tidak terkontrol.
Aksi pada hari ke dua mayoritas diikuti oleh pekerja industri galangan kapal yang turun lengkap dengan overall mereka seperti: wearpack dan safety shoes/ boots. Celakanya kostum inilah yang kemudian dijadikan patokan aparat di area sekitar Pemko Batam dan area strategis lainnya untuk menghalau massa. Dengan kata lain, orang dengan overall yang melintasi area yang memiliki akses langsung ke Pemko akan dihalau polisi.
Kota Batam memang belum seperti Jakarta, Surakarta, Surabaya, Jogjakarta atau pun kota-kota lain yang memiliki pengalaman panjang dalam menggelar aksi massa. Terlebih lagi aparat keamanan Kota Batam dalam hal penanganan aksi terlihat sangat tidak berpengalaman dan justru (bagi sebagian warga, terutama sekitar Kantor Pemko) terkesan menjadi pihak lawan dari massa pendemo. Alhasil bagi penulis melihat kerusuhan Batam pada 24 November 2011 tak ubahnya melihat tawuran ala anak sekolah. Buntut dari kerusuhan itu pun dapat kita tebak: aparat melakukan sweeping terhadap siapa saja yang melintas mengenakan wearpack, massa melakukan sweeping balasan terhadap segala bentuk fasilitas plat merah.
Aksi unprofessional behaviour aparat terbrutal (bahkan cenderung vandal) adalah yang terjadi di area Simpang Jam. Aparat menghajar sekelompok pekerja yang hendak pulang dengan dasar para pekerja tersebut mengenakan overall. Akibat kebrutalan itu, korban bernama Joni harus menerima 36 jahitan di kepala, tiga jari tangan kanannya patah dan luka-luka memar di kedua kakinya. Tindakan ini spontan memicu reaksi keras para pekerja, aktivis, bahkan perusahaan tempat korban bekerja.
Beberapa gambar yang sempat diambil dapat dilihat di sini dan di sini.


dari berbagai sumber